News & Event
  • slide 1

TAX AMNESTY JILID II DIPREDIKSI BAKAL DORONG PERMINTAAN PROPERTI MEWAH

SHARE :

Kumparan.com, Jakarta - Program Pengungkapan Sukarela (PPS) pajak atau  jilid II yang telah berlaku sejak awal 2022 dinilai akan ikut mendorong percepatan pemulihan ekonomi nasional. 

Masuknya dana-dana besar dari wajib pajak tersebut selain akan menambah pendapatan negara juga bakal ikut menggerakkan sektor industri, salah satunya industri yang sudah mulai bangkit sejak pertengahan tahun lalu.

Chief Marketing Officer Bukit Jakarta Zaldy Wihardja juga turut mendukung kebijakan PPS yang akan berlaku sampai Juni mendatang. Kebijakan PPS dinilai akan mendorong pertumbuhan industri, termasuk properti. Mendorong pengalihan harta wajib pajak di luar negeri menjadi investasi di dalam negeri merupakan kebijakan yang sangat menarik.

“Pembelian properti bisa jadi salah satu opsi investasi yang sangat menguntungkan bagi wajib pajak peserta PPS," ungkap Zaldy dalam Exclusive Talkshow Bukit Podomoro Jakarta, Kamis (24/3).

Selain itu, Zaldy memaparkan peluang investasi properti, khususnya pada kategori menengah atas atau hunian mewah masih memilikj peluang sangat besar. Pertumbuhan segmen hunian mewah juga ditopang adanya bunga KPR yang rendah sepanjang sejarah. Terlebih lagi Bukit Podomoro Jakarta adalah kawasan elite yang dapat menjadi pilihan investasi masa depan.

Menurutnya di tengah fase pemulihan ekonomi yang semakin positif saat ini, properti mewah menjadi salah satu aset yang mengalami kenaikan harga yang cepat. Hal ini dipengaruhi oleh tingkat daya beli masyarakat menengah atas yang juga cepat pulih dibandingkan segmen lainnya.

“Pertumbuhan segmen hunian mewah juga ditopang adanya bunga KPR yang rendah sepanjang sejarah. Ketersediaan pasokan hunian mewah, daya beli masyarakat kelas menengah atas yang masih kuat ditambah stimulus dari pemerintah akhirnya membuat pasar hunian mewah menjadi lebih cepat pulih dari pandemi,” terang dia.

Sementara itu, Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo mengatakan ada dua kelompok wajib pajak yang menjadi sasaran dalam PPS atau yang jamak disebut . Pertama, wajib pajak peserta Tax Amnesty jilid I pada 2016 yang belum sepenuhnya mengungkapkan hartanya. Kedua, wajib pajak pribadi yang belum melaporkan hartanya sejak 2016-2020.

“Kebijakan ini menjadi kesempatan bagi para wajib pajak untuk mengungkapkan hartanya secara sukarela. Dengan ikut PPS, targetnya adalah meningkatnya kepatuhan pajak dan wajib pajak akan mendapatkan keringanan serta terhindar dari denda administratif yang besar,” ungkap Yustinus.

Melalui kebijakan PPS ini Yustinus melihat ada peluang bagi sektor-sektor dengan potensi pertumbuhan tinggi dapat menerima limpahan dari hasil repatriasi wajib pajak. Bagi mereka yang akan mengalihkan asetnya di luar negeri menjadi aset properti di dalam negeri maka akan menikmati keringanan pajak.

"Di sisi lain dengan tren pertumbuhan ekonomi dan kenaikan harga yang konstan, investasi di sektor properti akan semakin menguntungkan," ujarnya.

Oleh karenanya, Yustinus menilai kebijakan PPS sejatinya juga dapat mendorong pertumbuhan industri dalam negeri, termasuk terhadap industri properti. Sebab, para wajib pajak yang repatriasi harta di luar negeri saja akan menerima keringanan tarif PPh yang signifikan sekaligus bisa terhindar dari denda administratif.

Sampai 14 Maret 2022, Kementerian Keuangan mencatat sudah ada 22.448 wajib pajak yang mengikuti PPS. Dari angka tersebut diperoleh PPh senilai Rp 3,05 triliun yang berasal dari Rp 29,56 harta yang diungkapkan. Rinciannya, Rp 25,98 triliun merupakan harta di dalam negeri dan hasil repatriasi harta di luar negeri, Rp 1,73 triliun merupakan deklarasi harta luar negeri, dan Rp 1,84 triliun merupakan harta yang sudah diinvestasikan ke SBN dan 332 sektor usaha yang ditentukan.

Source: Kumparan.com, 24 Maret 2022